Selasa, 13 September 2011

Imunisasi pada bayi

BAB I
PENDAHULUAN

Imunisasi adalah pemberian suatu vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Pada 1977, WHO memulai program imunisasi di Indonesia yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI).1,2
Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan Angka Kematian Bayi dan Balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit dapat dicegah. Seperti: TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Poliomyelitis, dan Campak.1
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.1,3
Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari banyaknya balita yang meninggal akibat PD3I. Data WHO menunjukkan bahwa setiap tahun, setidaknya 1,7 juta anak meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang sudah tersedia. Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi karena penyakit-penyakit tersebut bisa dicegah dengan imunisasi. Karena itulah, untuk mencegah Balita menderita beberapa penyakit yang berbahaya, imunisasi pada bayi dan Balita harus lengkap serta diberikan sesuai jadwal.1,2
Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :2,3
1. Imunisasi Pasif (Pasive Immunization) : penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin yang didapatkan secara genetis melalui ibu. Contohnya :
- penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan.
- bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

2. Imunisasi Aktif (Active Immunization) : pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi yang diberikan pada anak adalah : 4
a. BCG untuk mencegah penyakit TBC.
b. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit Difteri, Pertusis, dan Tetanus.
c. Polio untuk mencegah penyakit Poliomielitis.
d. Campak untuk mencegah penyakit Campak (Measles).
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.5






















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten yang artinya pemberian vaksin atau pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya. Imunisasi diperoleh dari sumber sumber berikut : Mikroorganisme mematikan yang dimatikan, Strain hidup yang tidak mematikan; Toksin yang dimodifikasi; Antigen hasil isolasi, terpisah dari patogennya; dan Antigen hasil rekayasa genetik. 1,2,3,4,5

B.  Tujuan Imunisasi
Tujuan diberikan imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan kepada anak atau bayi agar dapat mencegah penyakit infeksi (seperti TBC, Difteri, batuk rejan, polio, campak dan hepatitis) sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu yang berjangkit. Pemberian imunisasi pada anak mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi.2,3,6


C.    Manfaat Imunisasi
  • Untuk Anak dan Bayi : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
  • Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
  • Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.6

D.    Jenis – jenis Imunisasi 7,8,9
Ø  BCG
      Imunisasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan di daerah insertio m. deltoid kanan dengan dosis untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette – Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000 – 1.000.000 partikel/dosis. Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day – light).
      Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV).
      Reaksi yang mungkin terjadi :
1.      Reaksi lokal : 2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan adanya indurasi (benjolan kecil yang teraba keras) dan kemerahan (eritema). Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah). 3 – 4 minggu pustul pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus) à tidak perlu pengobatan. Ulkus (luka) ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut yang berdiameter 3 – 7 mm.
2.      Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, yang timbul setelah 2 – 6 bulan sesudah imunisasi. Tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3 – 6 bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah : Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 6 bulan.

Kontraindikasi :
-          Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan.
-          Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi.
-          Hamil.

Ø  DPT
      Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 – in – 1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
      Vaksin DPT adalah vaksin 3 In 1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5 6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14 16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
      DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut: - demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius) - kejang - kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya) - syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon). Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan. 1 2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
      Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi selanjutnya diganti dengan DT atau DpaT. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan. Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.
      Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1 2 hari.
      Kontraindikasi : Kelainan neurologis dan terlambat tumbuh kembang; ada riwayat kejang; penyakit degenerative; dan pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan, hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.

Ø  TT
Imunisasi TT Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

Ø  POLIO
      Imunisasi Polio Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Terdapat 2 macam vaksin polio : IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
      Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5 – 6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
      Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertingiu. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang – kejang. Kontraindikasi pemberian vaksin polio :
-          Diare berat.
-          Gangguan kekebalan / defisiensi imunologik (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid).
-          Kehamilan.
-          Kontak dengannya.

Ø  CAMPAK
Imunisasi Campak Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih
oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.7 Jika ada wabah, dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan di lengan kiri sebanyak 0,5 mL.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).
Kontra indikasi pemberian vaksin campak :
-          infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°Celsius
-          gangguan sistem kekebalan
-          pemakaian obat imunosupresan
-          alergi terhadap protein telur
-          hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
-          wanita hamil
-          anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan
-          tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campak.

Ø  Imunisasi MMR (Measles, mumps, rubella) memberi perlindungan terhadap campak, gondongan / parotitis dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebabkan pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR. Vaksin MMR adalah vaksin 3  - In - 1 yang melindungi anak terhadap campak, gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9 12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12 15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4 6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11 13 tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90 98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama. Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:
Komponen campak 1 2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,5° Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5 15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1 2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1 2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua. Komponen gondongan pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1 2 minggu setelah menerima suntikan MMR. Komponen campak Jerman Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1 2 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14 15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1 3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul). Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1 – 2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi. Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius. Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.
Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.7 Imunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada : - anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin - anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin - anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan. - wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

Ø  HIB
Imunisasi Hib Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe B. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan. Dosis 0,5 ml diberikan IM.7

Ø  Imunisasi Varisella Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas. Setiap anak yang berumur 12 – 18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4 – 8 minggu. Cacar air disebabkan oleh virus varicella – zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Vaksin ini 90 – 100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250 – 500 lepuhan yang terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10 – 20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa : demam, nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan, ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan. Efek samping yang lebih berat adalah: kejang demam yang bisa terjadi dalam waktu 1 6 minggu setelah penyuntikan; pneumonia; reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi; ensefalitis ;penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
1.      Wanita hamil atau wanita menyusui.
2.      Anak anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan.
3.      Anak anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut.
4.      Anak anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS).
5.      Anak anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid.
6.      Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya.
7.      Anak anak atau orang dewasa yang 3 6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin.

Ø  Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1 2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. Tidak ada kontraindikasi. Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.

Ø  Imunisasi Pneumokokus Konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah). Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.

Dari jenis-jenis imunisasi di atas ada 5 jenis imunisasi yang wajib diperoleh bayi sebelum usia setahun, yakni: BCG, Hepatitis B, Polio, DTP, dan Campak.



imunisasi2.jpg

E.     Jadwal Imunisasi 10
Vaksinasi
Jadwal pemberian sesuai usia
Booster / Ulangan
Imunisasi untuk melawan
BCG
Waktu lahir

Tuberkulosis.
Hepatitis B
Waktu lahir dosis I
1 bulan – dosis 2
6 bulan – dosis 3
1 tahun – pada bayi yang lahir dari ibu dengan hep. B
Hepatitis B.
DPT dan Polio
3 bulan – dosis 1
4 bulan – dosis 2
5 bulan – dosis 3
18 bulan – booster 1
6 tahun – booster 2
12 tahun – booster 3
Dipteria, pertusis, tetanus, dan polio.
Campak
9 bulan
-
Campak.
MMR
1 – 2 tahun
12 tahun
Measles, meningitis, rubella.
Hib
3 bulan – dosis 1
4 bulan – dosis 2
5 bulan – dosis 3
18 bulan
Hemophilus influenza tipe B.
Hepatitis A
12 – 18 bulan
-
Hepatitis A.
Cacar air
12 – 18 bulan
-
Cacar air.




F.     Respon Imun 4
Respon imun adalah cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya pathogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh. Respon imun dibedakan menjadi dua yaitu :

v  Respon Imun Non Spesifik : respon ini timbul terhadap jaringan tubuh yang rusak atau terluka. Respon imun non spesifik berupa inflamasi dan fagositosis.
-       Inflamasi : inflamasi merupakan reaksi cepat terhadap kerusakan jaringan. Reaksi ini mencegah penyebaran infeksi ke jaringan lain dan mempercepat proses penyembuhan. Tanda tanda terjadi inflamasi : Timbul warna kemerahan, disebabkan pembuluh darah membesar dan meningkatkan aliran darah ke area yang rusak; Timbul panas, disebabkan aliran darah yang lebih cepat; Terjadi pembengkakan; Timbul rasa sakit.
-       Fagositosis  : dilakukan oleh sel darah putih jenis neutrofil dan monosit. Proses fagositosis meliputi sel darah putih menelan pathogen.

v  Respon Imun Spesifik : respon imun spesifik melindungi tubuh dari serangan pathogen dan juga memastikan pertahanan tubuh tidak berbalik melawan pertahanan tubuh itu sendiri. Respon ini timbul dari dua system yang berbeda, yaitu:
-       Antibody Mediated Immunity : respon ini hanya diperantarai antibody dan tidak melibatkan sel. Antibody akan menyerang bakteri atau virus sebelum pathogen tersebut masuk ke dalam tubuh. Antibody dihasilkan oleh sel limfosit B dan teraktivasi bila mengenai antigen yang terdapat pada permukaan sel pathogen, dengan bantuan sel limfosit T.
Terdapat 3 jenis sel limfosit B : Sel B plasma (mensekresikan antibodi ke sistem sirkulasi tubuh), Sel B memori (hidup untuk waktu yang lama dalam darah), dan Sel B pembelah (berfungsi menghasilkan lebih banyak lagi sel-sel limfosit B).
Aksi antibody terhadap antigen adalah sebagai berikut :
1.      Menyebabkan antigen saling melekat.
2.      Menstimulasi fagositosis oleh neutrofil.
3.      Berperan sebagai antitoksin.
4.      Mencegah bakteri pathogen melekat pada membrane sel tubuh.
-       Cell Mediated Immunity :  merupakan respon imun yang melibatkan sel-sel yang menyerang langsung organism asing. Sel yang terlibat adalah sel limfosit T, yang ketika teraktivasi akan mematikan beberapa mikroorganisme. Beberapa macam sel limfosit T : Sel T pembantu (membantu atau mengontrol system spesifik lainnya), Sel T pembunuh (menyerang sel tubuh yang terinfeksi dan sel-sel pathogen yang relative besar secara langsung), dan Sel T superior  (menurunkan dan menghentikan respon imun).
G.    Keberhasilan Imunisasi 11
Keberhasilan Imunisasi tergantung pada faktor :
1.      Status Imun Penjamu :
·         Adanya Ab spesifik pada penjamu ® keberhasilan vaksinasi, mis :
-        campak pada bayi.
-       kolustrum ASI – IgA polio
·         Maturasi imunologik: neonatus ® fungsi makrofag,  kadar komplemen, aktifasi optonin.
·         Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang ® hasil vaksinasi ® ditunda sampai umur 2 bulan.
·         Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
·         Frekuensi penyakit­, dampaknya pada neonatus berat ® imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
·         Status imunologik (spt defisiensi imun) ® respon terhadap vaksin kurang.

2.      Genetik : secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu ® baik, cukup, rendah ® keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

3.      Kualitas vaksin :
a.       cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemik.
b.      Dosis Vaksin :
-       tinggi ® menghambat respon, menimbulkan efek samping
-       rendah ® tidak merangsang sel imunokompeten
c.       Frekuensi Pemberian : respon imun sekunder ® Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi ® Ag dinetralkan oleh Ab spesifik ® tidak merangsang sel imunokompeten.
d.      Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
-       mempertahankan Ag tidak cepat hilang.
-       mengaktifkan sel imunokompeten.
e.       Jenis Vaksin : Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.

H.    Kontraindikasi 12
1.      Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang berat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya.
2.      Sakit berat dan akut (TBC).
3.      Demam tinggi > 38 derajat celcius merupakan kontraindikasi pemberian DPT/HB1 dan campak.
4.      Bila anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani terapi steroid jangka lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (polio oral,
MMR,
 BCG, cacar air).
5.      Alergi terhadap telur, hindari imunisasi influenza.
6.      Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, jangan berikan imunisasi.

I.       Bukan halangan untuk melakukan imunisasi 12

1.      Gangguan saluran napas atas atau gangguan saluran cerna ringan.
2.      Riwayat efek samping imunisasi dalam keluarga.
3.      Riwayat kejang dalam keluarga.
4.      Riwayat kejang demam.
5.      Riwayat penyakit infeksi terdahulu .
6.      Kontak dengan penderita suatu penyakit infeksi .
7.      Kelainan saraf menetap seperti palsi serebral, sindrom Down.
8.      Eksim dan kelainan lokal di kulit.
9.      Penyakit kronis (jantung, paru, penyakit metabolik).
10.  Terapi antibiotika; terapi steroid topikal (terapi lokal, kulit, mata).
11.  Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir.
12.  Berat lahir rendah.
13.  Ibu si anak sedang hamil.
14.  Usia anak melebihi usia rekomendasi imunisasi.























BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Imunisasi adalah cara memperkuat sistem imun tubuh seseorang atau sangat penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi yang berbahaya. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi akan mudah terkena penyakit yang bersangkutan, menjadi cacat permanent, menderita kekurangan gizi dan bahkan kematian.
Imunisasi umumnya aman, bahkan pada anak yang menderita sakit ringan, mempunyai cacat atau menderita kekurangan gizi.
Pemberian imunisasi secara simultan/kombinasi aman bagi anak dan memberikan perlindungan lebih cepat.
Hanya dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan tepat waktu, anak akan terlindung dari berbagai penyakit infeksi yang berbahaya.
Kalau anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap, maka tubuhnya tidak mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap penyakit tersebut. Bila kuman yang masuk cukup banyak maka tubuhnya tidak mampu melawan kuman tersebut sehingga bisa menyebabkan sakit berat, cacat, dan meninggal.
Anak yang tidak diimunisasi akan menyebarkan kuman-kuman tersebut ke adik, kakak, dan teman lain disekitarnya sehingga dapat menimbulkan wabah yang menyebar kemana-mana menyebabkan cacat atau kematian lebih banyak.
Bila orang tua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya dan anak-anak lain disekitarnya, karena mudah tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat, atau kematian.13,14,15,16






B.    Saran
Imunisasi harus dilakukan dengan mempergunakan jarum dan alat suntik yang baru. Setiap orang harus meminta jarum dan alat suntik baru bila akan diimunisasi.
Penyakit akan menyebar secara cepat saat orang berdekatan. Semua anak yang tinggal di kondisi yang padat, khususnya di penampungan pengungsi atau saat kondisi bencana alam, harus mendapatkan imunisasi sesegera mungkin.
Hasil imunisasi bisa optimal jika diberikan tepat waktu sesuai jadwal.15,16























DOKUMENTASI HEALTH EDUCATION
30 JUNI 2011
JAM 10.00 – 12.00 WITA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar